Pemerintah Indonesia pun menanggapi negatif film tersebut. Juru bicara kepresidenan untuk urusan luar negeri, Teuku Faizasyah, mengklaim bahwa film tersebut menyesatkan sehubungan dengan penggambaran Indonesia.[6]
Dalam Jagal, Anwar dan kawan-kawan bersepakat untuk menyampaikan cerita pembunuhan tersebut kepada sutradara. Tetapi idenya bukanlah direkam dalam film dan menyampaikan testimoni untuk sebuah film dokumenter: mereka ingin menjadi bintang dalam ragam film yang sangat mereka gemari pada masa mereka masih menjadi pencatut karcis bioskop. Sutradara menangkap kesempatan ini untuk mengungkap bagaimana sebuah rezim yang didirikan di atas kejahatan terhadap kemanusiaan, yang belum pernah dinyatakan bertanggung jawab, memproyeksikan dirinya dalam sejarah.
Film Sejarah Indonesia dan 10 Film Box Office yang Menyesatkan
Yang paling dramatis, proses pembuatan film fiksi ini menjadi katalis bagi perjalanan emosi Anwar, dari jumawa menjadi sesal ketika ia menghadapi, untuk pertama kali dalam hidupnya, segenap konsekuensi dari semua yang pernah dilakukannya. Saat nurani Anwar yang rapuh mulai terdesak oleh hasrat untuk tetap menjadi pahlawan, Jagal menyajikan sebuah konflik yang mencekam antara bayangan tentang moral dengan bencana moral.[10]
Film ini sebagian besar gambarnya diambil di sekitar Medan, Sumatra Utara, Indonesia antara 2005 sampai 2011. Pada rentang waktu yang sama, awak film juga mengambil gambar untuk film Senyap yang dirilis sebagai sekuel dua tahun setelah Jagal. Pengambilan gambar dan wawancara selama tujuh tahun ini menghasilkan kurang lebih 1.000 jam rekaman. Diperlukan banyak editor dan waktu dua tahun di London dan Copenhagen untuk menyunting rekaman tersebut menjadi film ini. Penyuntingan suara dan koreksi warna dilakukan di Norwegia. Sutradara Errol Morris dan Werner Herzog menjadi produser eksekutif film ini setelah menonton sebagian footage dalam proses pengeditan.
The Act of Killing disambut pujian di seluruh dunia. Situs agregator ulasan Rotten Tomatoes memberikan penilaian positif 97% dengan nilai rata-rata 8.8/10 berdasarkan 104 ulasan. Konsensusnya adalah, "Keras, mengerikan, dan sangat sulit untuk ditonton. The Act of Killing adalah bukti menakutkan dari kekuatan film dokumenter yang mendidik dan frontal."[11] Di Metacritic, film ini mendapatkan skor rata-rata 88 dari 100 berdasarkan 19 ulasan yang artinya "pujian universal".[12]
The Village Voice menyebut film ini "mahakarya".[13] Jurnalis pemenang Pulitzer Prize Chris Hedges menyebut film ini "eksplorasi penting terhadap psikologi para pembunuh massal yang cukup rumit" dan "gambaran pembunuh massal yang kejam tidak mengganggu kita. Justru sifat manusia itu sendiri yang mengganggu kita."[14]
Anwar Congo, sebagai tokoh utama film Jagal, mengaku merasa ditipu oleh Oppenheimer karena judul yang diberitahukan kepadanya pada awalnya adalah Arsan dan Aminah.[15][16] Namun Oppenheimer menyangkal bahwa dirinya telah menipu siapapun karena semua ia lakukan atas sepengetahuan dan izin Anwar.[17] Oppenheimer sendiri mengatakan bahwa dirinya dekat dengan Anwar, dan pernah melakukan telewicara lewat Skype sebelum filmnya dirilis di Indonesia.[18]
Kumpulan film bernafaskan islam yang berhubungan dengan kisah teladan muslimin. Tapi juga tidak harus menjadi film-film yang memenuhi syariat, karena tidak banyak atau bahkan mungkin tidak ada film islami yang memenuhi syariat. Film yang mengandung pesan Al-Quran dan bernafaskan ilmu keislaman, meskipun kita juga harus berhati-hati dalam mengamininya atau memahaminya. Berhati-hati bukan berarti menjauhi sama sekali, tapi berusaha untuk kritis dan terus belajar, dan menggali makna dibalik kisahnya. Kita musti cek dengan Al-Quran atau kitab yang dimiliki. Mengenai penggalan ayat atau pemaknaan ayat yang mungkin ada dan tersebar di sepanjang film.
Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam, agama yang indah. Jadi kalian perlu mempertanyakan film yang mengangkat tema kekerasan atas dasar agama. Kalian perlu juga ketahui bahwa semua sejarah mempunyai sisi gelap. Yang artinya, sejarah kemanusiaan pernah kelam dengan menggunakan agama sebagai alat kekerasan. Seperti yang pernah terjadi pada agama katolik, islam maupun agama yang lain. Maka disini kalian perlu membuka mata hati, mata ketiga. Yaitu tidak memahami dari apa yang terlihat saja, namun dari berbagai sisi. Karena sebuah film dibuat untuk menyamakan pendapat antara pembuat dalam hal ini sutradara dengan penonton.
Karena Mr. Plot mengkhawatirkan keadaan akhir zaman oleh karena itu banyak dari koleksi film islami disini mengandung unsur akhir zaman dan film-film indie yang dibuat tidak dengan cinematografi indah layaknya hollywood namun lebih pada makna dan inti cerita.
Sementara baik Mata Batin, Susah Sinyal dan Ayat-Ayat Cinta 2, di luar perdebatan resepsi dari peletakan elemen-elemen ajaib di genre-nya, masih terus melaju mengumpulkan penonton. Sebagai film animasi pun, Si Juki the Movie yang awalnya diragukan sebagian orang terbukti bisa menyuguhkan improvement di sejumlah sisi menjadi film animasi pertama yang jauh mengungguli film-film animasi lainnya di perolehan Box Office. Ini tentu sangat baik buat memicu pertumbuhan film-film animasi yang masih jarang ada di film kita dan memang punya level kesulitan tinggi dan bujet yang tak mungkin kecil sebagai animasi layar lebar.
Penekanan peran orang Yahudi dalam kematian Yesus membuat film ini banyak dikecam publik. Beberapa umat Kristen dan Katolik bahkan mengklaim film ini menghujat agama lantaran beberapa scene yang dinilai tidak sesuai dengan Injil.
Film ini menuai kontroversi besar saat penayangannya. Dinilai menistakan agama, film ini sampat mendapat protes keras di beberapa negara bagian Inggris dan dilarang tayang sampai lebih dari beberapa dekade.
Film yang diadaptasi dari novel ini dibintangi oleh Willem Dafoe dan mampu mengundang banyak kritikan serta kontroversi. Film ini dinilai tidak sesuai dengan ajaran Injil dan melenceng jauh dari penggambaran kehidupan Yesus di Alkitab. Itu sebabnya, beberapa negara sampai melarang penayangan film ini.
Sutradara Twillight, Cathrine Hardwicke mencoba menggambarkan kelahiran Yesus melalui film The Nativity Story. Namun, film ini mendapat kecaman publik lantaran pemeran Maria, Keisha Castle-Hughes hamil di luar nikah. Hal ini langsung menjadi sorotan publik, karena Hughes dinilai mencemari sosok Maria yang dia perankan di film.
Buat kamu umat Nasrani pasti sudah gak asing lagi dengan film ini. The Passion of The Christ bahkan menjadi film tetap yang ditayangkan di gereja-gereja guna mengingat pengorbanan Yesus di kayu salib. Namun, faktanya film ini sempat menimbulkan banyak kontroversi lantaran berisikan kekerasan mengerikan yang seharusnya disertai dengan batasan usia penonton.
Terlepas dari cerita atau pemainnya yang mengundang kontroversi, kamu sebagai penonton harusnya bijak dalam memilih tontonan. Kalau memang ingin menonton, pastikan kamu selalu memerhatikan batasan usia dalam film, ya!
Properti perusahaan dibagi menjadi sembilan unit bisnis, termasuk studio film dan televisi unggulan Warner Bros (yang mencakup penerbit buku komik DC Entertainment), Home Box Office, Inc. (yang mencakup HBO dan Cinemax), U.S. Networks (yang mencakup sebagian besar jaringan kabel pendahulunya yang didukung iklan, termasuk Discovery, Scripps Networks, Turner Broadcasting, dan Warner), CNN, Sports (termasuk Turner Sports, TNT Sports, dan Eurosport, antara lain), Global Streaming & Interactive Entertainment (yang mencakup layanan streaming Discovery+ dan HBO Max, serta penerbit video game Warner Bros. Interactive Entertainment) dan International Networks. Itu juga memegang saham di jaringan siaran The CW bersama Paramount Global.
Pada Oktober 2022, diumumkan bahwa pembuat film James Gunn dan produser Peter Safran akan menjabat sebagai co-CEO dan co-chairman DC Films yang akan berganti nama menjadi DC Studios kedepannya. Duo ini telah menandatangani kontrak empat tahun yang akan mengawasi produksi film, televisi, dan animasi di bawah label DC. Pasangan ini akan melapor langsung ke Zaslav, sambil bekerja bersama tetapi secara independen dengan anggota studio lainnya. Gunn akan mengawasi pengembangan kreatif proyek-proyek DC, sedangkan Safran akan mengawasi aspek bisnis.[76]
Seorang pria bernama Akal Takhat, mengajukan keberatan terhadap kata yang sama bahwa kata Singh sangat suci bagi komunitas Sikh. Dan karenanya, meminta kepada pembuat filmnya untuk mengubah judul tersebut.
Meski akhirnya harus berganti judul, namun film tetap meraih sukses. Film yang menghabiskan biaya sekitar 25 Crore Rupee (sekitar RP 50 Milyar) itu, menghasilkan keuntungan hingga 36 Crore Rupee (Rp 72 Milyar).*
Hingga peran Shahid Kapoor yang awalnya bernama Rambo Rajkumar, juga berubah menjadi Romeo Rajkumar. Meski begitu, film ini tetap box-office. Bahkan film karya sutradara Prabhu Deva ini, menjadi film ke-5 yang masuk di ajang Oscar, setelah film Lagaan, Heroes, Rock On!! dan Guzaarish, untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik.*
Film karya sutradara bertangan dingin, Sanjay Leela Bhansali berjudul Padmaavat, terpaksa harus berganti judul. Film yang awalnya berjudul Padmavati itu, akhirnya berubah menjadi "padmaavat setelah mendapat banyak protes seputar isi film tersebut.
Meski dirubah, film yang dibintangi Deepika Padukone (sebagai Ratu Padmaavati), Shahid Kapoor dan Ranveer Singh itu, tetap meraih box-office. Tak tanggung-tanggung, film yang dirilis pada 25 Januari 2018 itu, meraih keuntungan hampir 3 kali lipat dari budget pembuatannya, yaitu 215 Crore Rupee (Rp 430 Milyar) dan berhasil meraih keuntungan sebesar 585 Crore Rupee (Rp 1,17 Triliun).
Film yang dibintangi John Abraham dan Nargis Fakhri Madras Cafe sebelumnya berjudul Jaffna, nama sebuah kota di utara Sri Lanka. Namun, para penentang menentangnya dengan mengatakan bahwa itu merusak citra kota tersebut, hingga meminta sang pembuat filmnya untuk mengganti judul. Hingga akhirnya disepakati menjadi Madras Cafe. 2ff7e9595c
Comentarios